- Dunia bisnis yang sedang mengalami masa disrupsi menuntut perusahaan untuk beradaptasi dalam proses pengambilan keputusan agar mampu bertahan dan memiliki competitive advantage di tengah persaingan yang semakin ketat. Proses adaptasi ini memerlukan manajemen risiko yang terukur agar perusahaan mampu mengelola risiko dengan tepat dan menentukan langkah-langkah penanganan yang dibutuhkan.
- Untuk memahami hal-hal di atas, Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) dan IFG Progress menyelenggarakan Survei Manajemen Risiko Nasional untuk melihat perbedaan profil latar belakang responden, profil risiko, dan kesiapan menghadapi risiko-risiko tersebut antara perusahaan BUMN/BUMD dengan non-BUMN/BUMD.
- Survei ini diselenggarakan secara daring pada periode 4 Februari 2023 sampai dengan 12 Maret 2023 dengan metode sampling snowball mengumpulkan 590 responden yang terdiri dari 210 responden bekerja di BUMN/BUMD dan 380 responden bekerja di non-BUMN/BUMD.
- Top risk antara perusahaan BUMN/BUMD dan non-BUMN/BUMD baik dilihat dari sisi assessment peluang kemungkinan maupun besar dampak untuk setiap risiko cenderung sama, tetapi terdapat perbedaan top risk pada isu alam. BUMN/BUMD merasa bahwa risiko terganggunya rantai pasok dan pasar adalah risiko yang paling mungkin terjadi serta risiko bencana alam pada lokasi operasional/kantor cabang sebagai risiko yang berdampak terbesar. Untuk non-BUMN/BUMD merasa bahwa risiko kegagalan dalam efisiensi biaya adalah risiko yang paling mungkin terjadi dan berdampak paling besar.
- Dari sisi sektor ekonomi berdasarkan KBLI, perusahaan BUMN/BUMD yang lebih siap menghadapi top risk di antaranya adalah adalah mereka di industri asuransi; bank; dana pensiun; jasa keuangan lainnya; industri pengolahan; informasi dan komunikasi; pengadaan listrik; sedangkan yang relatif belum siap adalah pasar modal; pembiayaan; aktivitas persewaan dan sewa guna usaha tanpa hak opsi, ketenagakerjaan, dan beberapa sektor yang lain.
Toward Stronger Financial Industry in Indonesia